99 Cahaya di langit Eropa adalah sebuah novel
perjalanan ditulis oleh putri Amien Rais yang bernama Hanum Salsabiela Rais
bersama teman perjalanan sekaligus suaminya, Rangga Almahendra. Hanum yang
lahir dan menempuh pendidikan di Yogyakarta hingga mendapat gelar Dokter Gigi
dari FKG UGM ini memulai petualangan di Eropa selama tinggal di Austria
menemani sang suami, lulusan cumlaude di ITB Bandung dan UGM (S2),
menempuh beasiswa S3 dari Pemerintah Austria di WU Vienna.
Sepintas lalu, novel ini seperti novel travelling
kebanyakan yang mencoba menceritakan tempat-tempat dan bangunan indah pun
menarik perhatian seantero dunia, namun setelah dibaca lebih lanjut ternyata
novel perjalanan ini menguak hal-hal yang mungkin selama ini tidak pernah kita,
sebagai muslim, bayangkan dan duga sebelumnya ada di ranah Eropa. Dengan kata
lain, novel ini mencoba menunjukkan bahwa Eropa menyimpan misteri peradaban
luhur sejarah Islam, tak hanya terbatas pada Eiffel atau Colosseum belaka.
Novel ini bercerita tentang perjalanan Hanum
menjelajah Eropa yang terbagi dalam 4 bagian besar tempat-tempat yang
dikunjungi Hanum, yaitu Vienna (Wina) – Austria, Paris, Cordoba – Granada, dan
Istanbul. Terselibnya cerita pertemuan dan persahabatan Hanum dengan saudara-saudara
muslim di tempat itu seakan mengajak pembaca untuk turut merasakan persahabatan
pun kebersamaan selama perjalanan spiritual ini.
Wina
Magst du Schokolade
Maukah kau coklat ini?
Pada waktu itu Hanum mencoba cara yang lebih
menarik dalam berkenalan dengan seorang muslimah asal Turki yang bernama Fatma
Pasha dalam kelas bahasa Jermannya di Austria. Karena perasaan sesama muslimah
itulah yang makin mendekatkan mereka dalam persahabatan di negara mayoritas non
muslim tersebut.
Perjalanan pertama Hanum berkeliling Wina adalah
karena ajakan Fatma untuk melihat keindahan kota Wina dari atas bukit
Kahlenberg. Dari atas bukit ini, Hanum dapat melihat dengan jelas Kota Wina
seutuhnya, termasuk sebuah sungai terkenal, Donau atau Danube, yang membelah dua
Kota Wina. Tanpa dinyana oleh Hanum, ternyata di tepi Sungai Danube itu berdiri
sebuah bangunan berwarna hijau dengan kubah blenduk dan minaret, Masjid
Vienna Islamic Center – Pusat Peribadatan umat Islam terbesar di Wina.
Di bukti inilah Hanum pertama kali belajar
memahami konsep Fatma tentang bagaimana menjadi agen muslim yang baik di Eropa.
Selain itu juga mengetahui sejarah Islam bahwa Turki pernah hampir menguasai
Eropa Barat sebelum akhirnya dipukul mundur oleh gabungan Jerman dan Polandia
di atas bukit Kahlenberg.
Bersama Fatma, Hanum merencanakan mengunjungi
beberapa tempat peradaban Islam di Eropa. Namun kemudian, Fatma menghilang
secara tiba-tiba sehingga rencana tersebut sulit diwujudkan.
Paris
“Percaya atau tidak, pinggiran hijab Bunda Maria
itu bertahtakan kalimat Laa Ilaaha Illallah”
Perjalanan Hanum di Paris dilakukan bersama
mualaf Muslimah Prancis, Marion Latimer, lulusan Studi Islam Abad Pertengahan
dari Universitas Sorbornne. Bersama Marion, Hanum menjelajahi Museum Louvre
dengan koleksinya yang terlengkap di dunia mencakup hasil karya maestro-maestro
dunia dan tentu saja lukisan Mona Lisa karya Leonardo Da Vinci yang sangat
tersohor. Di Museum ini jualah terdapat lukisan Bunda Maria dan Bayi Yesus
dengan “penemuan” yang mengejutkan.
Tak kalah menarik adalah misteri Axe Historique,
garis lurus imajiner yang tepat membelah kota Paris dimana bangunan-bangunan
penting Paris tepat berdiri di garis tersebut (monument Obelisk Luxor Mesir,
Jalan Champs – Elysses, dan berujung di Monumen Arc de Triomphe de l’Etoile)
dalam kaitannya dengan arah Kiblat di Mekkah. Di Paris ini juga Hanum mendapat
kesempatan menunaikan ibadah sebagai seorang muslim di Masjid Besar Paris, Le
Grande Mosquee de Paris serta mengetahui sejarah Islam lainnya di Eropa.
Cordoba dan Granada
“yang lebih penting kau harus mengunjungi 2
tempat spesial di Eropa”
The true city of lights. Kota seribu cahaya, Cordoba. Di kota ini kita
diajak oleh Hanum dan Rangga mengunjungi The Mosque Cathedral yang berarti
masjid atau Mesquita dalam bahasa Spanyol, namun bangunan ini kini telah dialih
fungsi menjadi gereja. Dalam perjalanannya mengelilingi Mesquita dengan dipandu
oleh pensiunan tour guide mesquita, kita diajak untuk memahami lebih
dalam betapa Cordoba pernah menorehkan masa keemasan Islam.
Perjalanan dilanjutkan ke Istana Al Hambra
dengan latar belakang Pegunungan Sierra Nevada yang berwarna putih salju di
Gordoba. Istana yang diserahkan oleh Mohammad Boabdil (sultan terakhir di
Granada) kepada Isabella dan Ferdinand, the royal couple yang menorehkan
sejarah kelam bagi Islam di Spanyol.
Sebuah istana dengan tiga ruangan berbeda yaitu
benteng pertahanan Alcazaba, Pertamanan Generalife dan istana utama The Nasrid
Palace. Nasrid Palace lah yang menjadi daya tarik Al Hambra karena menyuguhkan sebuah
pemandangan menakjubkan berupa ukiran-ukiran kalligrafi Qur’ani kayu dan
dinding yang menyerupai helai-helai kain berbordir halus dan berbelit-belit.
Istanbul
Disini, Hanum mengajak kita untuk melihat lebih
dekat tentang Hagia Sophia, sebuah bangunan yang bernasib hampir sama dengan
Mezquita di Spanyol. Musem yang pada awalnya adalah sebuah gereja namun dialih
fungsi sebagai masjid setelah kejatuhan Byzantium ke tangan Turki Ottoman.
Dilanjutkan dengan Blue Mosque, Masjid Sultan Ahmed yang berdiri tepat di depan
Hagia Sophia.
Di Istanbul pulalah, Hanum akhirnya bertemu
kembali dengan Fatma yang mengajak mereka mengunjungi Topkapi Palace. Istana
ini menggambarkan kesedarhanaan kehidupan sultan-sultan Turki serta
bangunan-bangunan asimetris yang tidak lazim dijumpai.
“Karena, menurut Sultan, kesempurnaan itu hanya
milik Allah” (hlm 350)
Perjalanan dengan Hanum, Rangga dan Fatma di
Istanbul menorehkan filosofi dan pengetahuan baru mengenai peradaban Islam di
Turki dan menguak beberapa hal yang akan membuat kita, umat muslim, merasa
bangga.
Kelebihan
Cerita yang disampaikan begitu santai dengan
bahasa yang lugas dan sederhana sehingga seakan mengajak pembaca turut serta
dalam perjalanan spiritual yang dilakukan.
Manfaat
Memberikan gambaran baru tentang Eropa selain
keindahan dan kemegahan bangunan yang masyur di seantero dunia.
Dengan membaca novel ini kita dapat mengetahui
perkembangan Islam di Eropa sehingga dapat menjadi agenda wajib apabila kita
diberi kesempatan untuk menginjakkan kaki kesana.
Satu kalimat Hanum yang begitu close to home
buat saya:
“Hakikat sebuah perjalanan bukanlah sekedar
menikmati keindahan dari satu tempat ke tempat lain. Bukan sekedar mengagumi
dan menemukan tempat-tempat unik di suatu daerah dengan biaya semurah-murahnya.
Makna sebuah perjalanan harus lebih besar dari itu. Perjalanan harus bisa
membawa pelakunya naik ke derajat yang lebih tinggi, memperluas wawasan
sekaligus memperdalam keimanan.” (hlm 6-7)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar