Rabu, 12 Juni 2013

99 Cahaya di Langit Eropa



99 Cahaya di langit Eropa adalah sebuah novel perjalanan ditulis oleh putri Amien Rais yang bernama Hanum Salsabiela Rais bersama teman perjalanan sekaligus suaminya, Rangga Almahendra. Hanum yang lahir dan menempuh pendidikan di Yogyakarta hingga mendapat gelar Dokter Gigi dari FKG UGM ini memulai petualangan di Eropa selama tinggal di Austria menemani sang suami, lulusan cumlaude di ITB Bandung dan UGM (S2), menempuh beasiswa S3 dari Pemerintah Austria di WU Vienna.
Sepintas lalu, novel ini seperti novel travelling kebanyakan yang mencoba menceritakan tempat-tempat dan bangunan indah pun menarik perhatian seantero dunia, namun setelah dibaca lebih lanjut ternyata novel perjalanan ini menguak hal-hal yang mungkin selama ini tidak pernah kita, sebagai muslim, bayangkan dan duga sebelumnya ada di ranah Eropa. Dengan kata lain, novel ini mencoba menunjukkan bahwa Eropa menyimpan misteri peradaban luhur sejarah Islam, tak hanya terbatas pada Eiffel atau Colosseum belaka.
Novel ini bercerita tentang perjalanan Hanum menjelajah Eropa yang terbagi dalam 4 bagian besar tempat-tempat yang dikunjungi Hanum, yaitu Vienna (Wina) – Austria, Paris, Cordoba – Granada, dan Istanbul. Terselibnya cerita pertemuan dan persahabatan Hanum dengan saudara-saudara muslim di tempat itu seakan mengajak pembaca untuk turut merasakan persahabatan pun kebersamaan selama perjalanan spiritual ini.
Wina
Magst du Schokolade
Maukah kau coklat ini?
Pada waktu itu Hanum mencoba cara yang lebih menarik dalam berkenalan dengan seorang muslimah asal Turki yang bernama Fatma Pasha dalam kelas bahasa Jermannya di Austria. Karena perasaan sesama muslimah itulah yang makin mendekatkan mereka dalam persahabatan di negara mayoritas non muslim tersebut.
Perjalanan pertama Hanum berkeliling Wina adalah karena ajakan Fatma untuk melihat keindahan kota Wina dari atas bukit Kahlenberg. Dari atas bukit ini, Hanum dapat melihat dengan jelas Kota Wina seutuhnya, termasuk sebuah sungai terkenal, Donau atau Danube, yang membelah dua Kota Wina. Tanpa dinyana oleh Hanum, ternyata di tepi Sungai Danube itu berdiri sebuah bangunan berwarna hijau dengan kubah blenduk dan minaret, Masjid Vienna Islamic Center – Pusat Peribadatan umat Islam terbesar di Wina.
Di bukti inilah Hanum pertama kali belajar memahami konsep Fatma tentang bagaimana menjadi agen muslim yang baik di Eropa. Selain itu juga mengetahui sejarah Islam bahwa Turki pernah hampir menguasai Eropa Barat sebelum akhirnya dipukul mundur oleh gabungan Jerman dan Polandia di atas bukit Kahlenberg.
Bersama Fatma, Hanum merencanakan mengunjungi beberapa tempat peradaban Islam di Eropa. Namun kemudian, Fatma menghilang secara tiba-tiba sehingga rencana tersebut sulit diwujudkan.
Paris
“Percaya atau tidak, pinggiran hijab Bunda Maria itu bertahtakan kalimat Laa Ilaaha Illallah
Perjalanan Hanum di Paris dilakukan bersama mualaf Muslimah Prancis, Marion Latimer, lulusan Studi Islam Abad Pertengahan dari Universitas Sorbornne. Bersama Marion, Hanum menjelajahi Museum Louvre dengan koleksinya yang terlengkap di dunia mencakup hasil karya maestro-maestro dunia dan tentu saja lukisan Mona Lisa karya Leonardo Da Vinci yang sangat tersohor. Di Museum ini jualah terdapat lukisan Bunda Maria dan Bayi Yesus dengan “penemuan” yang mengejutkan.
Tak kalah menarik adalah misteri Axe Historique, garis lurus imajiner yang tepat membelah kota Paris dimana bangunan-bangunan penting Paris tepat berdiri di garis tersebut (monument Obelisk Luxor Mesir, Jalan Champs – Elysses, dan berujung di Monumen Arc de Triomphe de l’Etoile) dalam kaitannya dengan arah Kiblat di Mekkah. Di Paris ini juga Hanum mendapat kesempatan menunaikan ibadah sebagai seorang muslim di Masjid Besar Paris, Le Grande Mosquee de Paris serta mengetahui sejarah Islam lainnya di Eropa.
Cordoba dan Granada
“yang lebih penting kau harus mengunjungi 2 tempat spesial di Eropa”
The true city of lights. Kota seribu cahaya, Cordoba. Di kota ini kita diajak oleh Hanum dan Rangga mengunjungi The Mosque Cathedral yang berarti masjid atau Mesquita dalam bahasa Spanyol, namun bangunan ini kini telah dialih fungsi menjadi gereja. Dalam perjalanannya mengelilingi Mesquita dengan dipandu oleh pensiunan tour guide mesquita, kita diajak untuk memahami lebih dalam betapa Cordoba pernah menorehkan masa keemasan Islam.
Perjalanan dilanjutkan ke Istana Al Hambra dengan latar belakang Pegunungan Sierra Nevada yang berwarna putih salju di Gordoba. Istana yang diserahkan oleh Mohammad Boabdil (sultan terakhir di Granada) kepada Isabella dan Ferdinand, the royal couple yang menorehkan sejarah kelam bagi Islam di Spanyol.
Sebuah istana dengan tiga ruangan berbeda yaitu benteng pertahanan Alcazaba, Pertamanan Generalife dan istana utama The Nasrid Palace. Nasrid Palace lah yang menjadi daya tarik Al Hambra karena menyuguhkan sebuah pemandangan menakjubkan berupa ukiran-ukiran kalligrafi Qur’ani kayu dan dinding yang menyerupai helai-helai kain berbordir halus dan berbelit-belit.
Istanbul
Disini, Hanum mengajak kita untuk melihat lebih dekat tentang Hagia Sophia, sebuah bangunan yang bernasib hampir sama dengan Mezquita di Spanyol. Musem yang pada awalnya adalah sebuah gereja namun dialih fungsi sebagai masjid setelah kejatuhan Byzantium ke tangan Turki Ottoman. Dilanjutkan dengan Blue Mosque, Masjid Sultan Ahmed yang berdiri tepat di depan Hagia Sophia.
Di Istanbul pulalah, Hanum akhirnya bertemu kembali dengan Fatma yang mengajak mereka mengunjungi Topkapi Palace. Istana ini menggambarkan kesedarhanaan kehidupan sultan-sultan Turki serta bangunan-bangunan asimetris yang tidak lazim dijumpai.
“Karena, menurut Sultan, kesempurnaan itu hanya milik Allah” (hlm 350)
Perjalanan dengan Hanum, Rangga dan Fatma di Istanbul menorehkan filosofi dan pengetahuan baru mengenai peradaban Islam di Turki dan menguak beberapa hal yang akan membuat kita, umat muslim, merasa bangga.
Kelebihan
Cerita yang disampaikan begitu santai dengan bahasa yang lugas dan sederhana sehingga seakan mengajak pembaca turut serta dalam perjalanan spiritual yang dilakukan.
Manfaat
Memberikan gambaran baru tentang Eropa selain keindahan dan kemegahan bangunan yang masyur di seantero dunia.
Dengan membaca novel ini kita dapat mengetahui perkembangan Islam di Eropa sehingga dapat menjadi agenda wajib apabila kita diberi kesempatan untuk menginjakkan kaki kesana.

Satu kalimat Hanum yang begitu close to home buat saya:
Hakikat sebuah perjalanan bukanlah sekedar menikmati keindahan dari satu tempat ke tempat lain. Bukan sekedar mengagumi dan menemukan tempat-tempat unik di suatu daerah dengan biaya semurah-murahnya. Makna sebuah perjalanan harus lebih besar dari itu. Perjalanan harus bisa membawa pelakunya naik ke derajat yang lebih tinggi, memperluas wawasan sekaligus memperdalam keimanan.” (hlm 6-7)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar